Idul Fitri 1446 H

Marsinah, Simbol Perjuangan Buruh Tak Kenal Takut, Refleksi 32 Tahun Kematian Tak Terungkap

$rows[judul] Keterangan Gambar : Kredit Onostoc.com
Jakarta, Kliknusantara.com| Aktivis Buruh kbali menenang hari ini, 8 Mei 2025, tepat 32 tahun kematian Marsinah. Buruh perempuan dan aktivis tak kenal takut itu ditemukan tewas secara tragis pada 8 Mei 1993. 

Kematian Marsinah dalam perjuangan buruh menjadi simbol perlawanan terhadap penindasan buruh di era Orde Baru kala itu. Tudingan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, hingga kini belum terpecahkan.

"Refleksi ini untuk mengenang perjuangan Marsinah, memahami latar belakang kasusnya, dan kembali menggugat tanggung jawab negara," ungkap Lukman Hakim, Ketua Umum Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI) kepada media ini di Jakarta, Kamis (8/5/25). 

Marsinah, yang lahir pada 10 April 1969 di Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur, adalah buruh di PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik arloji di Porong, Sidoarjo. Ia merupakan aktifis buruh berjuang melalui Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Unit Kerja PT CPS. Pada 1993.

Bermula dari edaran Gubernur Jawa Timur No. 50/1992, mengimbau pengusaha menaikkan upah buruh sebesar 20 persen, dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 per hari. Itu sesuai Upah Minimum Regional (UMR). Namun, PT CPS menolak mematuhi anjuran tersebut, hingga memicu kemarahan buruh.

Marsinah tampil memimpin aksi mogok kerja pada 3–4 Mei 1993, dengan tuntutan kenaikan upah, berikan tunjangan, cuti haid, cuti hamil, dan pembubaran SPSI yang dianggap tidak mewakili buruh. 

Perlu diketahui, SPSI merupakan wadah tunggal organisasi buruh yang diizinkan rezim Orde Baru. Pendirian serikat selain SPSI dianggap sebagai pembangkangan terhadap penguasa.

Pada Rabu, 5 Mei 1993, setelah 13 kawannya dipanggil dan dipaksa mengundurkan diri oleh Kodim Sidoarjo, Marsinah mendatangi markas militer itu untuk mencari kejelasan. 

Dalam catatan Lukman, dalam sebuah ulasan artikelnya, Sejak Rabu malam itu, Marsinah menghilang, dan beberapa hari kemudian jenazahnya ditemukan di kawasan hutan di Wilangan, Nganjuk, sekitar 200 km dari tempat kerjanya.
 
Terdapat tanda-tanda penganiayaan berat, pemerkosaan, dan luka tembak di kemaluan, sebagaimana diungkap oleh ahli forensik Abdul Mun’im Idris.

Pada tahap penyelidikan, Tim Terpadu Bakorstanasda Jawa Timur, yang melibatkan polisi dan militer, menangkap para petinggi PT CPS, termasuk pemilik pabrik Yudi Susanto, tanpa prosedur hukum yang jelas. Mereka disiksa secara fisik dan mental di Kodam V Brawijaya untuk memaksa pengakuan palsu sebagai pelaku pembunuhan.

Pengadilan Negeri Sidoarjo akhirnya memvonis Yudi Susanto 17 tahun penjara, sementara staf lainnya mendapat hukuman 4–12 tahun. 

Namun, pada 3 Mei 1995, Mahkamah Agung (MA) membebaskan mereka karena tidak terbukti bersalah. MA menegaskan, persidangan dirancang untuk mengaburkan tanggung jawab militer.

Bukti forensik menunjukkan Marsinah tewas akibat luka tembak, yang mengarah pada pelaku dengan akses senjata api (kemungkinan besar aparat militer). Amnesty International mencatat bahwa persidangan sengaja mengalihkan tanggung jawab dari aparat militer. 

Kapten Kusaeri, Komandan Koramil Porong, disebut-sebut terlibat dalam skenario “shock therapy” yang berujung pada pembunuhan “tidak sengaja”.

Meski ia membantah adanya rencana terorganisir. Padahal kala itu sudah menjadi rahasia umum bahwa tentara menjadi penjaga modal dan para cukong. Intervensi militer pada urusan perburuhan sudah umum terjadi pada masa itu.

Atas desakan berbagai pihak, akhirnya penguasa Orde Baru, Soeharto memerintahkan pengusutan tuntas, kendati tidak ada kemajuan signifikan. Komite Solidaritas Untuk Marsinah (KSUM) dan organisasi seperti KontraS terus menuntut pembukaan kembali kasus ini. 

Bahkan Presiden Abdurrahman Wahid Dur dan Megawati Soekarnoputri meminta pengungkapan total, namun hasilnya tetap saja nihil.

Hingga kini, kasus ini tetap menjadi misteri. Pelaku sebenarnya tidak pernah diadili, dan jejak militer sebagai dalang utama tidak pernah diusut secara mendalam hingga tuntas.... ****

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)